Pendahuluan
Keprihatinan yang dalam akan kita rasakan, kalau kita melihat ulah generasi Islam saat ini (dari anak-anak sampai orang dewasa) yang cenderung liar dalam bermain musik atau bernyanyi. Mungkin mereka berkiblat kepada penyanyi atau kelompok musik terkenal yang umumnya memang bermental bejat dan bobrok serta tidak berpegang dengan nilai-nilai Islam. Atau mungkin juga, mereka cukup sulit atau jarang mendapatkan teladan permainan musik dan nyanyian yang Islami di tengah suasana hedonistik yang mendominasi kehidupan saat ini. Generasi Islam akhirnya cenderung membebek kepada para pemusik atau penyanyi sekuler yang sering mereka saksikan atau dengar di TV, radio, kaset, VCD, dan berbagai media lainnya.
Tidak terelakkan juga bahkan para pengajar, guru, ustad/ustadzah, mereka sebagian besar juga terperosok kedalam gaya hidup sekuler tersebut.
Untuk memperjelas apakah sekuler itu mari kita ikuti pendapat para orang alim berikut:
Muhammad Quthb mengatakan sekulerisme adalah iqamatul hayati ‘ala ghayri asasin minad diin, artinya, mengatur kehidupan dengan tidak berasaskan agama (Islam). Atau dalam bahasa yang lebih tajam, sekulerisme menurut Taqiyuddin An-Nabhani adalah memisahkan agama dari segala urusan kehidupan (fashl ad-din an al-hayah) (An-Nabhani, 2001:25). Dengan demikian, sekulerisme sebenarnya tidak sekedar terwujud dalam pemisahan agama dari dunia politik, tetapi juga nampak dalam pemisahan agama dari urusan seni budaya, termasuk seni musik dan seni vokal (nyanyian).
Standar hukum
Disisi lain Allah SWT. telah mengharamkan sesuatu dan semuanya telah disebutkan dalam Al-Qur`an maupun hadits Rasulullah saw. Allah SWT. menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk. Halal dan haram telah jelas. Rasulullah saw. bersabda:
“`Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram` (HR Bukhari dan Muslim).
Sehingga jelaslah semua urusan bagi umat Islam. Allah SWT. tidak membiarkan umat manusia hidup dalam kebingungan, semuanya telah diatur dalam Syariah Islam yang sangat jelas sebagaimana jelasnya matahari di siang hari. Oleh karena itu semua manusia harus komitmen pada Syari`ah Islam yang merupakan pedoman hidup mereka.
Mendengar dan mengajarkan nyanyian
Bernyanyi adalah sesuati aktifitas muamalah (diluar ibadah mahdloh) / Al Asyyaa’. Hukum dasar pada sesuatu (muamalah) adalah halal (mubah). sesuai firman Allah SWT. : `Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu` (QS Al-Baqarah 29).
`Halal adalah sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya. Dan haram adalah sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Sedangkan yang Allah diamkan maka itu adalah sesuatu yang dima`afkan` (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim )
Namun demikian jika sesuatu itu bisa melalaikan kita dari mengingat Alloh atau bahkan menjauhkan kita dari Alloh maka hukum tersebut menjadi Harom.
Hukum Melantunkan Nyanyian (Al-Ghina`/At-Taghanni)
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyanyi (al-ghina`/at-taghanni). Sebagian mengharamkan nyanyian dan sebagian lainnya menghalalkan. Masing-masing mempunyai dalilnya sendiri-sendiri. Berikut sebagian dalil masing-masing, seperti diuraikan oleh Al-Ustadz Muhammad Al-Marzuq Bin Abdul Mu’min Al-Fallaty mengemukakan dalam kitabnya Saiful Qathi’i lin-Niza’ bab Fi Bayani Tahrimi Al-Ghina` wa Tahrim Istima’ Lahu (Musik. http://www.ashifnet.juga oleh Ustadz Abdurrahman Al-Baghdadi dalam bukunya Seni dalam Pandangan Islam (1991 : 27-38), dan Muhammad Asy-Syuwaiki dalam Al-Khalash wa Ikhtilaf An-Nas (t.t. : 97-101) :
A. Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian :
a. Berdasarkan firman Allah dalam QS. Luqman : 6, artinya “Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.”
Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau lagu, di antaranya Al-Hasan, Al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud. Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah QS An-Najm : 59-61, dan QS Al-Isra` : 64 (Al-Jazairi, 1992 : 20-22).
b. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma`azif).
c. Hadits Aisyah RA Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya. Kemudian beliau membacakan ayat di atas.
d. Hadits dari Ibnu Mas’ud RA, Rasulullah SAW bersabda: “Nyanyian itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang.”
e. Hadits dari Abu Umamah RA, Rasulullah SAW bersabda: Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia berhenti.
f. dll
B. Dalil-Dalil Yang Menghalalkan Nyanyian :
a. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah: 87; artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.
b. Ulama Madinah dan lainnya, memberikan kemudahan pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola`. Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi`i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja`far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra. Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya`bi.
Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah kerumahnya ternyata disampingnya ada gitar , Ibnu Umar berkata:` Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw. kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata:` Ini mizan Syami( alat musik) dari Syam?`. Berkata Ibnu Zubair:` Dengan ini akal seseorang bisa seimbang`. Dan diriwayatkan dari Ar-Rowayani dari Al-Qofaal bahwa madzhab Malik bin Anas membolehkan nyanyian dengan alat musik.
c. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata; “Nabi SAW mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata;Di antara kita ada Nabi SAW yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian. Maka Nabi SAW bersabda : Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.
d. hadits A’isyah:
“Suatu ketika Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam masuk ke bilik ‘Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: “…dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi.”), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: “Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini.” (HR. Bukhari)
Dengan menelaah dalil-dalil tersebut di atas (dan dalil-dalil lainnya), akan nampak adanya kontradiksi satu dalil dengan dalil lainnya. maka melakukan kompromi (jama’) di antara keduanya, bukan menolak salah satunya adalah pilihan terbaik daripada melakukan tarjih. Dalam hal ini Syaikh Muhammad Husain Abdullah menetapkan kaidah ushul fiqih :
Mengamalkan dua dalil walau pun hanya dari satu segi pengertian lebih utama daripada meninggalkan salah satunya.(Abdullah, 1995 : 390) Prinsip yang demikian itu dikarenakan pada dasarnya suatu dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan (tak diamalkan). Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan :
Al-ashlu fi ad-dalil al-I’mal laa al-ihmal Pada dasarnya dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan. (An-Nabhani, 1994 : 239)
Atas dasar itu, kedua dalil yang seolah bertentangan di atas dapat dipahami sebagai berikut yaitu:
bolehnya nyanyian pada tempat, kondisi, atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syara’, seperti pada hari raya. Atau dapat pula dipahami bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan keharaman nyanyian secara mutlak. Sedang dalil yang menghalalkan, menunjukkan bolehnya nyanyian secara muqayyad (ada batasan atau kriterianya) (Al-Baghdadi, 1991 : 63-64; Asy-Syuwaiki, t.t. : 102-103). Dari sini kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yaa`), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria dan wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekulerisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya (Al-Baghdadi, 1991 : 64-65; Syuwaiki, t.t. : 103).
Lagu yang boleh diajarkan dan didengarkan (dinikmati)
Oleh karena itu bagi umat Islam khususnya para pemuda Islam, guru sekolah Islam(PG Islam,TK Islam, SD Islam, dan seterusnya) atau asatidz TPA yang mendengarkan dan mengajarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.
Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik dan tidak merusak menurut syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk dan membawa kerusakan menurut syara`, maka dilarang.
Bagaimana jika lagu itu membawa muatan baik, tapi juga membawa muatan buruk? Ya , jika ini terjadi maka kaidah usul yang mengatakan bahwa: menghindari kerusakan lebih diutamakan dari pada mengambil manfaat(tarkul mafasid muqoddamu ala jambil masholih) berlaku. Artinya kita mendahulukan menghindari kerusakan itu dengan menghindari untuk mengajarkan atau mendengarkan lagu tersebut. Contoh seperti lagu anak-anak, balonku ada lima. liriknya: membawa maslahat yaitu mengajarkan bilangan dan warna. Mengandung mafsadat(kerusakan) yaitu mengajarkan anak cengeng dan cinta dunia ( karena hanya balon satu meletus maka hatinya sudah kacau). Maka lagu yang seperti ini harus di hindari dan mencari alternatif lagu lain yang bisa mengantarkan apa yang kita mau (pesan yang ingin kita sampaikan)dan tidak mengandung kerusakan.
2. Alat Musik yang Digunakan.
Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.
3. Cara Penampilan.
Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara` seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.
4. Akibat yang Ditimbulkan.
Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah Saddu Adz dzaroi` (menutup pintu kemaksiatan) .
5. Aspek Tasyabuh atau Keserupaan Dengan Orang Kafir.
Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda:
`Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka` (HR Ahmad dan Abu Dawud)
6. Orang yang menyanyikan.
Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik`(QS Al-Ahzaab 32)
Sebagai pendidik :
– Arif dan Kreatif
Sebagai seorang pendidik kita (guru maupun orang tua) hendaknya bisa bersikap Arif. Kita manfaatkan lagu/nyanyian untuk mendidik anak-didik kita tetapi tetap pada koridor syariat. Kita tidak bisa menghindarkan diri 100% dari lagu. Karena bagaimanapun anak-anak suka pada lagu, bahkan kata sendiri juga sangat suka karena lagu itu memang indah untuk didengar dan nikmat untuk dilantunkan. Hanya harus dipilaih mana yang bisa kita ajarkan dan mana yang tidak sesuai dengan filter syariat. Ulama’-ulama’ terdahulu yang sholihpun menggunakan lagu untuk mengajarkan ilmu. Seperti nadloman-nadloman yang kita kenal adalah juga hasil dari kreatifitas para orang sholih terdahulu. Seperti saya sendiri masih teringat bagaimana dulu kang tukiman (ust saya di kampung) mengajarkan aqidah islam dengan cara kita diajarkan bernyanyi(nadloman) Aqidatul Awam. Walaupun kalau tidak hafal target hariannya kata dihukum dengan berdiri didepan. Tapi toh kami senang. karena asyik dengan lagunya. Jadi kita biasd memanfaatkan lagu sebagai sarana untuk menyampaikan ilmu, tetapi tetap harus ada filter syariat.
Kreatif
Jika ternyata kita akan menyampaikan suatu ilmu (pesan) dengan lagu namun ternyata tidak ada lagu yang bisa kita pakai yang sesuai dengan pesan yang kita inginkan bagaimana? Kita harus kreatif untuk menciptakan lagu sendiri atau paling tidak menggubah lagu yang ada dengan mengganti lirik yang ada kita sesuai ddengan yang kita inginkan.
Penutup
Alhamdulillah, telah terang kiranya bagaiman hukum bernyanyi dan mengajarkan nyanyian. Sekarang tinggal bagaimana kita mengamalkan. Marilah pada penutup ini kita renungkangkan hadits dan firman Alloh berikut:
Hadits : Al Ilmu bila ‘amalin ka sajarotin bila tsamarotin. Artinya: ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah.
Firman Alloh: wa man lam yahkum bima anzalalloh fa’ulaaika humul kafiruun.Artinya: barang siapa yang tidak berhukum selain hukum Alloh maka mereka adalah orang kafir
Firman Alloh: wa man lam yahkum bima anzalalloh fa’ulaaika humul fasiquun.Artinya: barang siapa yang tidak berhukum selain hukum Alloh maka mereka adalah orang fasiq
Firman Alloh: wa man lam yahkum bima anzalalloh fa’ulaaika humul dlolimuun.Artinya: barang siapa yang tidak berhukum selain hukum Alloh maka mereka adalah orang fasir
Ya Alloh saksikanlah telah ku sampaikan semuanya.